Friday 7 July 2017

Makalah Pengisian Kekosongan Hukum Forex


BAB I PENDAHULUAN I. I Latar Belakang Dalam pascal 18 ayat 4 Undang-Undang Dasar 1945 menyatakan bahwa 8220Gubernur, Bupati, dan Walikota masing-masing sebagai kepala pemerintahan daerah provinsi, kabupaten, dan kota di pilih secara demokratis8221. Pasal ini berkaitan dengan pengisian jabatan kepala daerah, dari setiap daerah walaupun ada beberapa daerah menggunakan otonomi khusus. Perubahan dalam pasal ini terjadi di dalam amandemen yang ke-2 Undang-Undang Dasar 1945. Implementaçao do artigo no 23 de outubro de 2004, Kemudian di ganti dengan yang baru yaitu undang-undang no 23 de janeiro de 2014 tentang Pemerintahan Daerah . 8220Apabila gubernur berhenti sebagaimana dimaksud pada Pasal 78 atau diberhentikan berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dilakukan pengisian jabatan gubernur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai pemilihan kepala daerah8221, dalam hal ini mengacu kepada pasal 87 ayat 1 undang-undang no 23 tahun 2014. Pasal ini belum mencakup semuanya, karena pemberhentiaan gubernur harus berdasarkan putusan yang bersifat tetap. Kemudiaan Kementrian Dalam Negeri menyatakan pengisian jabatan kepala daerah yang meliputi gubernur, bupatiwali kota dan wakilnya mengacu berdasarkan Peraturan Pemerintah Pengganti UU (Perppu) Não 1 Tahun 2014. 1 Berarti dapat di artikan bahwa pengaturan pengisian jabatan kepala daerah dan wakil kepala daerah di atur dalam peraturan Ini. Apabila terkait dengan tindak pidana khusus, dalam hal ini ahli hukum akan kesulitan dalam mengembangkan siapa yang akan menjalankan roda pemerintahan dengan pengisiaan jabatan kepala daerah. Peruvian perundang-undangan yang mengatur mengenai mekanisme pengisian kekosongan jabatan Wakil Kepala Daerah yang mengundurkan diri dari masa jabatannya yang dipilih melalui jalur perseorangan (independente) yang diatur dalam PP No. 49 Tahun 2008 perubahan ketiga dari PP No. 6 Tahun 2005 tentang pemilihan, pengesahan Pengangkatan, dan pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah masih belum jelas dan menimbulkan multitafsir. 2 Lantas dengan adanya otonomi khusus yang di berikan oleh negara terhadap beberapa provinsi, menjadikan pengisiaan jabatan kepala daerah apakah menjadikan peraturan perundang-undangan mengalami ketidakpastiaan atau dengan adanya otonomi khusus akan memberikan kepastiaan dan ketidak multitafsir. Maka perlu adanya sinergisitas antara pemerintah daerah dan pemerintah provado terkait pengisian jabatan kepala daerah di bawah otoritas Kementerian Dalam Negeri. I. II Identifikasi Masalah Dari latar belakang tersebut, maka Penulis berusaha menghimpun beberapa masalah yang akan digunakan untuk menganalisis pengisian kekosongan jabatan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah. Permasalahan tersebut dapat diidentifikasi dalam beberapa pertanyaan sebagai berikut. uma. Bagaimana pengisian jabatan kepala daerah dan wakil kepala daerah berdasarkan peraturan perundang-undangan mencakup sistematika peraturan perundang-undangan. Secara umum. B. Bagaimana pengisian jabatan kepala daerah dengan otonomi khusus oleh provence Aceh dan provinsi Yogyakarta. Secara khusus. I. III Tujuan Penelitian a. Memberikan pemahaman kepada seluruh kalangan akademis agar dapat memahami pengisian jabatan kepala daerah dan wakil kepala daerah. B. Menambah bahan referensi untuk kajian terhadap seluruh kalangan I. I Pengisiaan Jabatan Kepala daerah dan Wakil Kepala Daerah berdasarkan Peraturan Perundang-undangan. Pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah dalam konteks teoritis demokrasi lokal berkaitan erat dengan desentralisasi kekuasaan. Sedangkan desentralisasi kekuasaan pada dasarnya diwujudkan dengan adanya otonomi pada tingkat lokal untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri. Salah satu yang terpenting dalam demokrasi lokal adalah rekrutmen politik yang menjamin kelangsungan demokrasi di daerah. Agar nantinya hal yang lalu seperti ini dapat di minimalisir sampai yang terkecil, 8220Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi menuturkan sebanyak 290 kepala daerah sudah berstatus tersangka, terdakwa, dan terpidana karena terbelit kasus. Dari jumlah itu, sebanyak 251 orang kepala daerah atau sekitar 86,2 persen terjerat kasus korupsi ,. 3 Karenanya, instrumen tersebut harus digunakan secara arif oleh Kepala Daerah tanpa harus menimbulkan konflik antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, a. Pengaturan berdasarkan Undang-Undang No.23 Tahun 2014 Dalam undang undang pemerintahn daerah no.23 tahun 2014, pengaturan pengisian jabatan kepala daerah di dasarkan oleh. 1. Apabila gubernur berhenti sebagaimana dimaksud pada Pasal 78 atau diberhentikan berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dilakukan pengisian jabatan gubernur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai pemilihan kepala daerah. 2. Apabila bupatiwali kota berhenti sebagaimana dimaksud pada Pasal 78 atau diberhentikan berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dilakukan pengisian jabatan bupatiwali kota sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai pemilihan kepala daerah. 1. Kepala daerah danatau wakil kepala daerah berhenti karena: a. Meninggal dunia b. Permintaan sendiri atau 1. Dalam hal pengisian jabatan gubernur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 87 ayat (1) belum dilakukan, wakil gubernur melaksanakan tugas sehari-hari gubernur sampai dilantiknya gubernur atau sampai dengan diangkatnya penjabat gubernur. 2. Dalam hal pengisian jabatan bupatiwali kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 87 ayat (2) belum dilakukan, wakil bupatiwakil wali kota melaksanakan tugas sehari-hari bupatiwali kota sampai dengan dilantiknya bupatiwali kota atau sampai diangkatnya penjabat bupatiwali kota. B. Pengaturan berdasarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota (Perppu Pilkada). Dalam hal ini Ketentuan dalam Undang-Undang ini berlaku juga bagi penyelenggaraan Pemilihan di Provinsi Aceh, Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jacarta, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, Provinsi Papua, Dan Provinsi Papua Barat, sepanjang tidak diatur lain dalam Undang-Undang tersendiri. 1. Dalam hal Gubernur, Bupati, dan Walikota berhalangan tetap, Wakil Gubernur, Wakil Bupati, dan Wakil Walikota tidak serta merta menggantikan Gubernur, Bupati, dan Walikota. 2. Wakil Gubernur, Wakil Bupati, dan Wakil Walikota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjalankan tugas sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai pemerintahan daerah. 1. Apabila Gubernur berhenti atau diberhentikan berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dan sisa masa jabatan kurang dari 18 (delapan belas) bulan, Presiden menetapkan penjabat Gubernur atas usul Menteri sampai dengan berakhirnya masa jabatan Gubernur. 2. Apabila sisa masa jabatan Gubernur berhenti atau diberhentikan berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dan sisa masa jabatan lebih dari 18 (delapan belas) bulan maka dilakukan Pemilihan Gubernur melalui DPRD Provinsi. 1. Apabila Wakil Gubernur, Wakil Bupati, dan Wakil Walikota berhenti atau diberhentikan, dapat dilakukan pengisian Wakil Gubernur, Wakil Bupati, dan Wakil Walikota paling lama 1 (satu) bulan setelah yang bersangkutan berhalangan tetap. 3. Apabila Wakil Bupati dan Wakil Walikota berhenti atau diberhentikan berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, BupatiWalikota mengusulkan calon Wakil BupatiWakil Walikota yang memenuhi persyaratan kepada Menteri melalui Gubernur sebagai wakil Pemerintah untuk diangkat sesuai ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 172. I. II Pengisian Jabatan Kepala Daerah dengan otonomi khusus di Provinsi Aceh Dan Provinsi Yogyakarta Daerah-daerah yang memiliki status istimewa dan diberikan otonomi khusus selain diatur dengan Undang-Undang Pemerintahan Daerah diberlakukan pula ketentuan khusus yang diatur dalam undang-undang lain. Pengakuan Negara atas keistimewaan dan Kekhususan daerah Aceh terakhir diberikan melalui Undang-undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (LN 2006 No 62, TLN 4633). UU Pemerintahan Aceh ini tidak terlepas dari Nota Kesepahaman (Memorando de Entendimento) antara Pemerintah dan Gerakan Aceh Merdeka yang ditandatangani pada tanggal 15 Agustus 2005 dan merupakan suatu bentuk rekonsiliasi secara bermartabat menuju pembangunan sosial, ekonomi, serta politik de Aceh secara berkelanjutan. uma. Pengaturan di Undang-undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang pengisian kepala daerah dan wakil kepala daerah pemerintahan Aceh di anatarnya. 1. Apabila Gubernurbupatiwalota diberhentikan berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ayat (2) Pasal 50 ayat (2), dan Pasal 51 ayat (7), jabatan kepala daerah diganti oleh Wakil Gubernurwakil bupatiwakil walikota sampai berakhir masa Jabatannya dan proses pelaksanaannya dilakukan berdasarkan keputusan Rapat Paripurna DPRA atau DPRK dan disahkan oley Presiden. 2. Apabila Gubernurbupatiwalota berhenti karena meninggal dunia, Presiden menetapkan dan mengesahkan Wakil Gubernurwakil bupatiwakil walikota untuk mengisi jabatan kepala daerah sampai berakhir masa jabatannya. 3. Apabila terjadi kekosongan jabatan Wakil Gubernurwakil bupatiwakil walikota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang sisa masa jabatannya lebih dari 18 (delapan belas) bulan, Gubernurbupatiwalota mengusulkan 2 (dua) orang calon Wakil Gubernurwakil bupatiwakil walikota untuk dipilih oleh Rapat Paripurna DPRA atau RPDC O que é o que é o que é o que é o que você quer dizer, é o que é o que é o que é o que você quer dizer sobre o assunto. 4. Dalam hal GubernurWakil Gubernur, bupatiwakil bupati dan walikotawakil walikota berhenti atau diberhentikan secara bersamaan dalam masa jabatannya, Rapat Paripurna DPRA atau DPRK memutuskan dan menugaskan KIP untuk menyelenggarakan pemilihan GubernurWakil Gubernur, bupatiwakil bupati, dan walikotawakil walikota paling lambat 6 (enam) bulan terhitung Sejak ditetapkannya penjabat Gubernurbupatiwalikota. 5. Dalam hal terjadi kekosongan jabatan GubernurWakil Gubernur, bupatiwakil bupati, dan walikotawakil walikota sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Sekretaris Daerah Aceh dan sekretaris daerah kabupatenkota melaksanakan tugas sehari-hari Gubernurbupati walikota sampai dengan Presiden mengangkat penjabat Gubernur bupatiwalikota. 6. Tata cara pengisian kekosongan, persyaratan, dan masa jabatan penjabat sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dilakukan sesuai dengan Peraturan Pemerintah. 2. Daerah keistimewaan Yogyakarta Menurut UU Nomor 22 Tahun 1948 (yang juga menjadi landasan UU Nomor 3 Tahun 1950 mengenai pembentukan DIY), Kepala, dan Wakil Kepala Daerah Istimewa diangkat oleh Presiden, dari keturunan keluarga yang berkuasa di daerah itu, pada zaman sebelum Republik Indonésia, dan yang masih menguasai daerahnya dengan syarat-syarat kecakapan, kejujuran, dan kesetiaan, dan denmen mengingat adat istiadat di daerah itu. Dengan demikian Kepala Daerah Istimewa, sampai tahun 1988, dijabat secara otomatis oleh Sultan Yogyakarta yang bertahta, dan Wakil Kepala Daerah Istimewa, Sampai tah 1998, dijabat secara otomatis oleh Pangeran Paku Alam yang bertahta. Nomenklatur Gubernur, dan Wakil Gubernur Daerah Istimewa baru digunakan mulai tahun 1999 dengan adanya UU Nomor 22 Tahun 1999. Saat ini mekanisme pengisian jabatan Gubernur, dan Wakil Gubernur DIY diatur dengan UU 13 de janeiro 2012 tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta. uma. Pengaturan di Undang-Undang no.13 Tahun 2012 tentang Daerah keistimewaan Yogyakarta dalam hal pengisian jabatan kepala daerah dan wakil kepala daerah, di antaranya. 1. Dalam hal Gubernur berhalangan tetap atau tidak memenuhi persyaratan lagi sebagai Gubernur atau diberhentikan sebelum berakhirnya masa jabatan Gubernur, Wakil Gubernur sekaligus jugamelaksanakan tugas Gubernur. 2. Wakil Gubernur melaksanakan tugas Gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berakhir pada saat dilantiknya Gubernur definitif. 3. Dalam hal Wakil Gubernur berhalangan tetap atau tidak memenuhi persyaratan lagi sebagai Wakil Gubernur atau diberhentikan sebelum berakhirnya masa jabatan Wakil Gubernur, Gubernur sekaligus juga melaksanakan tugas Wakil Gubernur. 4. Gubernur melaksanakan tugas Wakil Gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berakhir pada saat dilantiknya Wakil Gubernur definitif. 5. Pengisian jabatan Gubernur atau Wakil Gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (4) dilaksanakan menurut tata cara: a. Kasultanan atau Kadipaten memberitahukan kepada DPRD DIY mengenai pengukuhan Sultan Hamengku Buwono yang bertakhta atau pengukuhan Adipati Paku Alam yang bertakhta b. Berdasarkan pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada huruf a, DPRD DIY membentuk Panitia Khusus Penetapan Gubernur dan Wakil Gubernur yang beranggotakan wakil fraksi-fraksi c. Kasultanan mengajukan Sultan Hamengku Buwono yang bertakhta sebagai calon Gubernur atau Kadipaten mengajukan Adipati Paku Alam yang bertakhta sebagai calon Wakil Gubernur kepada DPRD DIY melalui Panitia Khusus Penetapan Gubernur dan Wakil Gubernur dengan menyertakan dokumen persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (2) dan Pasal 19 ayat (3) h. Menteri menyampaikan usulan pengesahan penetapan Sultan Hamengku Buwono Yang bertakhta sebagai Gubernur dan Adipati Paku Alam Yang bertakhta sebagai Wakil Gubernur kepada Presid Kepala Daerah (Gubernur, Bupati, Walikota) seiring dengan bertambah kompleksnya urusan pemerintahan (terutama daerah kabupatenkota Yang mempunyai otonomi 8220luas8221) tentu memerlukan pendamping Yang berkedudukan sebagai Wakil Kepala Daerah. Hal Tersebut untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya suatu keadaan Kepala Daerah berakhir masa jabatannya di tengah jalan (diberhentikan, berhalangan tetap dalam masa jabatannya, atau mengundurkan diri). Dalam situasi 8220darurat8221 semacam itu, dibutuhkan secepatnya ada penggantinya (sampai sisa masa jabatannya), supaya terhindar dari kekosongan jabatan. Jabatan Wakil Kepala Daerah tersebut disesuaikan dengan kebutuhan daerah masing-masing yang mempertimbangkan aspek besarkecilnya jumlah penduduk, luas wilayah, dan kompleksitas permasalahan di setiap daerah. Apabila dalam penulisan ada kesalahan mohon kirangya di ingatkan dan semoga tulisan ini dapat bermanfaat untuk khalayak banyak. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang pemerintahan daerah Peraturan Pengganti Undang-Undang No.1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Kepala Daerah UU Nomor 44 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Keistimewaan Provinsi Daerah Istimewa Aceh UU Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh UU Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua Peraturan Pengganti Undang-Undang (PERPUU) Não 1 de 2014 di akses tanggal 16 de abril de 2015, e-journal Uniersitas Padjajaran tentang Pengisian Jabatan dan Studi Kasus di akses tanggal 16 abril 2015, e-journal Universitas Sebelas Maret tentang Pengisian Jabatan di akses tanggal 16 de abril de 2015, republika. co. id di akses tanggal 16 de abril de 2015, tempo. co di akses tanggal 16 de abril de 2015, m. liputan6 Skripsi. Analisis pengisian jabatan gubernur dan wakil gubernur di daerah istimewa yogyakarta dalam konteks penyelengaaraan pemerintahan oleh Muchammad Shokhih Muttaqin miriam budiardjo, 2008, Dasar-dasar ilmu politik, edisis revisi. Jacarta. PT Gramedia Pustaka Ridwan HR, 2010, Hukum Adminstrasi Negara, edisi revisi. Yogyakarta. PT Grafindo 1 Di akses di nasional. republika. co. id. Dan terbitnya berita online ini pada tanggal 16 oktober 2014.Manusia berkepentingan untuk merasa bahwa ia aman. Aman berarti bahwa kepentingan-kepentingannya tidak diganggu. Oleh karena itu manusia selalu berharap bahwa kepentingan-kepentingannya dilindungi dari konflik, gangguan-gangguan dan bahaya yang mengancam serta menyerang kepentingan dirinya dan kehidupan bersama. Gangguan dan konflik harus dicegah dan tidak dibiarkan berlangsung terus menerus, karena akan merusak keseimbangan tatanan masyarakat. Jadi manusia di dalam masyarakat memerlukan perlindungan kepentingan. Perlindungan kepentingan itu akan tercapai jika tercipta pedoman atau peraturan yang menentukan manuscrito seharusnya hidup dalam masyarakat agar tidak merugikan dirinya sendiri dan orang lain. Pedoman, patokan atau ukuran untuk bertingkah laku atau bersikap dalam kehidupan bersama itu disebut dengan norma atau kaidah social. Kaidah sosial pada hakekatnya merupakan perumusan suatu pandangan mengenai perilaku atau sikap yang seharusnya dilakukan atau tidak dilakukan, yang dilarang dijalankan atau yang dianjurkan untuk dijalankan. Hukum berfungsi sebagai perlindungan kepentingan manusia. Jadi agar kepentingan manus. Terlindungi, hukum harus dilaksanakan. Pelaksanaan hukum dapat berlangsung secara normal dan damai tapi dapat terjadi juga pelanggaran hukum. Dalam kasus pelanggaran hukum inilah maka hukum harus ditegakkan. Melalui penegakkan hukum inilah, hukum itu menjadi kenyataan. Dalam menegakkan hukum, terdapat tiga unsur yang harus diperhatikan, yaitu: kepastian hukum, kemanfaatan dan keadilan. Pembahasan tentang hukum cenderung dikaitkan dengan perundang-undangan. Undang-undang sendiri tidak sempurna, tidak mungkin undang-undang mengatur seluruh kegiatan manusia secara tuntas. Adakalanya undang-undang tidak jelas dan adakalanya tidak lengkap. Meskipun tidak lengkap dan tidak jelas, undang-undang tersebut tetap harus dilaksanakan. Hakim tidak dapat dan tidak boleh menangguhkan atau menolak menjatuhkan putusan dengan alasan karena hukumannya tidak lengkap dan tidak jelas. Ia dilarang menolak menjatuhkan putusan dengan dalil tidak sempurnanya undang-undang atau tidak adanya hukum. Jika dalam perkara tertentu tidak lengkap atau tidak jelas dalam undang-undang maka hakim harus mencari hukumnya atau menemukan hukumnya. Ia harus melakukan penemuan hukum. Penegakkan dan pelaksanaan hukum sering melupakan penemuan hukum dan tidak sekedar penerapan hukum. Karena itu usaha penemuan hukum ini merupakan salah satu kegiatan yang harus dilakukan hakim dalam memutuskan perkara. Penemuan hukum ini menjadi pokok bahasan yang lebih menarik karena dinamikanya dalam merujuk pada undang-undang dan kasus-kasus serupa yang pernah diputuskan perkaranya. Berdasarkan latar belakang tersebut rumusan masalah sebagai berikut: 1. Apa penguan penemuan hukum 2. Bagaimana bentuk metode penemuan hukum Penemuan hukum merupakan salah satu wadah yang dapat digunakan oleh hakim untuk mengisi kekosongan hukum, atau menafsirkan suatu kaidah peraturan perundang-undangan yang tidak atau kurang Jelas. Semakin dinamisnya kehidupan masyarakat yang menyebabkan kaidah hukum selalu tertinggal, sehingga hakim dituntut menghidupkannya seiring dengan perubahan dan rasa keadilan masyarakat. 1 Penemuan hukum adalah proses pembentukan hukum oleh hakim atau petugas-petugas hukum lainnya yang diberi tugas menerapkan hukum terhadap peristwa-peristiwa hukum yang konkret. 1. Pengertian penemuan hukum dalam arti sempit Pengertian penemuan hukum dalam arti sempit, adalah jika peraturannya sudah ada dan sudah jelas, dimana hakim tinggal menerapkannya saja. Dalam penerapannya, hakim tetap dinggap melakukan penemuan, yaitu menemukan kecocokan antara maksud atau bunyi peraturan undang-undang dengan kualifikasi peristiwa atau kasus konkretnya. 2 Pengertian penemuan hukum dalam arti sempit, adalah jika peraturannya sudah ada dan sudah jelas, dimana hakim tinggal menerapkan saja. 2. Pengertian penemuan hukum dalam arti luas Penemuan hukum dalam arti luas, posisi hakim bukan lagi sekedar menerapkan peraturan hokum yang sudah jelas dengan mencocokkannya pada kasus yang ditangani, melainkan sudah lebih luas. Hakim daam membuat putusan, sudah memperluas makna suatu ketentuan undang-undang yang dibagi atas konstruksi hukum dan interpretasi hukum. Van Eikema Hommes menyatakan bahwa penemuan hukum lazimnya diartikan sebagai proses pembentukan hukum oleh hakim atau petugas-petugas hukum lainnya yang diberi tugas melaksanakan hukum terhadap peristiwa-peristiwa konkret. Ini merupakan proses konkretisasi dan individualisasi peraturan hukum yang bersifat umum dengan mengingat peristiwa konkret. 3 penguan penemuan hukum dalam arti yang luas, adalah posisi hakim bukan lagi sekedar menerapkan peraturan hukum yang sudah jelas dengan mencocokkannya pada kasus yang ditangani, membuat putusan, sudah memperluas makna suatu ketentuan undang-undang yang terbagi atas konstruksi hukum dan interpretasi hukum. Metode interpretasi hukum adalah metode untuk menafsirkan terhadap teks perundang-undangan yang tidak jelas, agar perundang-undangan tersebut dapat diterapkan terhadap peristiwa konkret tertentu. 4 Interpretasi hukum adalah penafsiran perkataan dalam undang-undang, tetapi tetap berpegang pada kata-kata atau bunyi peraturannya. 5 Interpretasi adalah metode penemuan hukum dalam hal peraturannya ada tetapi tidak jelas untuk diterapkan pada peristiwanya. Jenis-jenis metode penemuan hukum melalui interpretasi hukum adalah sebagai berikut: a. Interpretasi Subsumptif Interpretasi Subsumptif adalah hakim menerapkan teks atau kata-kata suatu ketentuan undang-undang terhadap kasus fakta kasus tanpa menggunakan penaaran sama sekali dan Hanya sekedar menerapkan silogisme dari ketentuan tersebut. Disini hakim hanya menerapkan ketentuan pasal undang-undang yaitu mencocokkan fakta kasus dengan ketentuan undang-undang yang dilanggar. 6 Interpretesi Subsumptif adalah penerapan suatu teks perundang-undangan terhadap kasus dengan belum memasuki taraf penggunaan penalaran de pena penafirão yang lebih rumit, tetapi sekedar menerapkan silogisme (bentuk berfikir logis dengan mengambil kesimpualan dari peristiwa umum). Contoh: barang siapa mencuri dihukum (peraturan). Kuncung mencuri burung (peristiwannya). Kesimpulannya: karena kuncung mencuri burung, maka ia harus dihukum. B. Interpretasi gramatikal Interpretesi gramatikal adalah menafsirkan kata-kata yang ada dalam undang-undang sesuai dengan kaidah tata bahasa. Teks atau kata-kata dari suatu peraturan dicari maknanya yang oleh pembentuk undang-undang digunakan sebagai simbol terhadap peristiwa. Misalnya, ketentuan pasal 101 KUHPidana tentang hewan, yaitu binatang ternak yang dipelihara. 7 Interpretasi gramatikal adalah menafsirkan kata-kata atau istilah dalam perundang-undangan sesuai kaidah bahasa (hukum tata bahasa) yang berlaku. Misalnya: istilah menggelapkan, dalam pasal 41 KUHP ditafsirkan dengan menghilangkan. Atau contoh lain, istilah meninggalkan anak, dalam pasal 305 KUHP ditafsirkan dengan menelantarkan. C. Interpretasi ekstensif Interpretasi ekstensif adalah penafsiran yang lebih luas dari pada penafsiran gramatikal, karena memperluas makna dari ketentuan khusus menjadi ketentuan umum sesuai dengan kaidah tata bahasanya. Disini hakim menafsirkan kaidah tata bahasa, karena maksud dan tujuannya kurang jelas atau terlalu abstrak dagar menjadi jelas dan konkret, perlu diperluas maknanya. 8 Interpretasi Ekstensif adalah metode penafsiran yang membuat interpretasi melebihi batas-batas hasil interpretasi gramatikal. Digunakan untuk menjelaskan suatu ketentuan undang-undang dengan melampaui batas yang diberikan oleh interpretasi gramatikal. Contoh: perkataan menjual, dalam pasal 1576 KUH Perdata oleh hakim ditafsirkan secara luas bukan hanya jual-beli saja tetapi juga menyangkut peralihan hak milik termasuk tukar-menukar, hibah dan pewarisan. D. Interpretasi sistematis Interpretasi sistematis adalah menafsirkan undang-undang sebagai bagian dari keseluruhan sistem peraturan prundang-undangan. 9 Interpretasi Sistematis (logis) adalah metode yang menafsirkan peraturan perundang-undangan dengan menghubungkannya dengan peraturan hukum (undang-undang lain) atau dengan keseluruhan sistem hukum. Dalam menafsirkan peraturan perundangannya tidak boleh keluar atau menyimpang dari sistem perundangan suatu negara. Contoh: apabila hendak mengetahui tentang sifat pengakuan anak yang dilahirkan dari pernikahan orang tuanya, hakim tidak cukup mencari ketentuan dalam KUH Perdata saja, tetapi juga harus dihubungkan dengan pasal dalam KUH Pidana. E. Interpretasi sosiologis atau teologis Interpretasi sosiologis atau teologis adalah menafsirkan makna atau undang-undang untuk diselaraskan dengan kebutuhan atau kepentingan warga masyarakat. 10 Contoh: pada bulan Maret 1995 Hakim di Pengadilan Negeri di Jakarta pusat menghukum 4 tahun penjara terhadap seorang warga Negara Belanda, karena terbukti mengedarkan pil ecstasy yang membahayakan kesehatan dan merusak moral masyarakat. Hakim menerapkan ketentuan pasal 81 ayat (2) butir c Undang-undang nomor 23 Tahun 1992 tentang kesehatan. Padahal pil ecstasy belum digolongkan jenis obat daftar G, atau obat keras yang dilarang beredar atau diperjual belikan tanpa resep dokter. Disini hakim bermaksud melindungi kepentingan masyarakat, sebab pil ecstasy ternyata berakibat merugikan kesehatan dan moral warga masyarakat (khususnya kaum muda). F. Interpretasi komparatif Interpretasi komparatif adalah membandingkan antara berbagai sistem hukum yang ada di dunia, sehingga hakim bisa mengambil putusan yang sesuai dengan perkara yang ditanganinya. 11 g. Interpretasi restriktif Interpretesi restriktif adalah penafsiran yang sifatnya membatasi suatu ketentuan undang-undang terhadap peristiwa konkret. Disini hakim membatasi perluasan berlakunya suatu undang-undang terhadap peristiwa tertentu untuk melindungi kepentingan umum. 12 2. Metode Konstruksi Hukum dan Argumentasi Hukum Metode konstruksi hukum, yaitu metode untuk menjelaskan kata-kata atau membentuk pengertian (hukum) bukan untuk menjelaskan barang. Pengertian hukum yang dimaksud adalah yang merupakan alat-alat yang dipakai untuk menyusun bahan hukum yang dilakukan secara sistematis dalam bentuk bahasa dan istilah yang baik. Menyusun yang dimaksud ialah menyatukan apa yang termasuk dalam satu bidang yang sama, satu pengertian yang sama dan dipengaruhi oleh waktu tertentu serta keadaan tertentu. 13 Kostruksi hukum adalah, um dos mais novos do mundo, que é um dos mais variados do mundo. 14 Tujuannya adalah agar putusan hakim dalam peristiwa konkret dapat memenuhi tuntutan keadilan, dan kemanfaatan bagi pencari keadilan. Contoh: istilah pencurian adalah suatu kontruksi hukum, suatu pengertian tentang mengambil barang dengan maksud untuk memiliki secara melawan hukum. Metode argumentasi hukum disebut juga dengan metode penalaran hukum. Digunakan apabila undang-undangnya tidak lengkap, maka untuk melengkapinya digunakan metode argumentasi. 15 Proses penemuan hukum dengan menggunakan metode argumentasi dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu: a. Metode Analogi Metode ini berarti memperluas peraturan perundang-undangan, yang terlalu sempit ruang lingkupnya, dan diterapkan pada peristiwa yang diatur undang-undang. Metodo analógico sering digunakan dalam perkara perdata. Analogi merupakan metode penemuan hukum dalam hal hukumnya tidak lengkap, jadi merupakan pengisian atau penciptaan hukum baru dan bukan sebagai bentuk penafsiran. 16 b. Metode penyempitan hukum Metodo ini bertujuan untuk mengkonkretkan atau menyempitkan suatu aturan hukum yang terlalu abstrak, luas, dan umum, supaya dapat diterapkan terhadap suatu peristiwa tertentu. Contoh: perbuatan melanggar hukum, yang luas ruang lingkupnya dipersempit seperti masalah ganti kerugian, yurisprudensi menetapakan bahwa kalau ada kesalahan pada yang dirugikan, hanya dapat menuntut sebagian kerugian yang diakibatkan olehnya. 17 c. Metode fiksi hukum Metode fiksi hukum adalah sesuatu yang khayal yang digunakan didalam ilmu hukum dalam bentuk kata-kata, istilah-istilah yang berdiri sendiri atau dalam bentuk kalimat yang bermaksud untuk memberikan suatu pengertian hukum. Fungsi dari fiksi hukum disamping untuk memenuhi hasrat menciptakan stabilitas hukum, juga utamanya untuk mengisi kekosongan undang-undang. Atau fiksi hukum itu bermaksud untuk mengatasi konflik antara tuntutan-tuntutan baru dengan sistem hukum yang ada. 18 Contoh: anak yang berada dalam kandungan seorang wanita, dianggap telah dilahirkan, jika kepentingan anak menghendakinya. Apabila bapak si anak wafat, anak tersebut tidak akan kehilangan hak kewargaannya, anak itu mempunyai hak atas warisan ayahnya. Tujuannya adalah untuk menghemat kata-kata yang digunakan dalam merumus kaidah hukum, sehingga dari satu pengertian akan mengandung pengertian yang lebih luas. Hendaknya ahli hukum menjauhkan dari pembentukan hukum yang khayal berusaha menyingkirkan istilah dan kalimat hukum yang sulit dipahami masyarakat, karena hukum itu bukan kesenian. 1. Pengertian Penemuan Hukum Penemuan hukum merupakan pembentukan hukum oleh hakim atau aparat hukum lainnya yang ditugaskan untuk penerapan peraturan hukum umum pada peristiwa hukum konkrit, juga merupakan proses konkretisasi atau individualis peraturan hukum yang bersifat umum dengan mengingat akan peristiwa konkrit tertentu, jadi dalam penemuan hukum Yang penting adalah bagaimana mencarikan atau menemukan hukumnya untuk peristiwa konkrit. 2. Metode Penemuan Hukum Metode penemuan hukum oleh hakim dapat dilakukan dalam tiga bentuk, diantaranya: a. Metode Interpretasi Hukum Metode penemuan hukum yang memberi penjelasan yang gamblang mengangai manks undang-undang ágar riangang kkkk kaedah dapat ditetapkan sehubungan dengan peristiwa tertentu. Metode interpretasi ini adalah sarana atau alat untuk mengetahui makna undang-undang. Interpretasi adalah metode penemuan hukum dalam hal peraturannya ada tetapi tidak jelas untuk dapat diterapkan pada peristiwanya. B. Metode Konstruksi Hukum atau Argumentasi Hukum Metodo konstruksi hukum dapat digunakan hakim sebagai metode penemuan hukum apabila dalam mengadili perkara tidak ada peraturan yang mengatur secara khusus mengenai peristiwa yang terjadi. Penulis menyadari bahwa makalah yang kami buat ini masih jauh dari kesempurnaan oleh sebab itu kritik dan saran yang membangun semangat, kami harapkan demi kesempurnaan makalah kami.

No comments:

Post a Comment